Di
luar, hujan turun. Elina dan Neila saling diam. Elina masih selalu inget gimana
wajah ceria dan gembira nya Aneila yang cerita padanya bahwa Seth menginginkan
dia jadi pacarnya. Elina melihat, kegembiraan itu tidak sepenuhnya terpancar
lagi dari wajah Neila. Dua tahun terakhir ini, mungkin banyak yang berubah
diantara hubungan Neila dan Seth. Elina berpikir, semoga ini hanya sementara.
Elina
berdiri mendekati Neila. Menepuk bahu Neila, lalu memeluk bahunya.
“Sabar
ya Nei, aku yakin ini cuman sementara.”
“Hhm,
sementara Lin? Yahh, aku harap juga ini sikapnya yang sementara. Dulu Seth ngga
kayak gini Lin. Aku ngga tau, apa yang bikin dia berubah. Aku berusaha cari
tahu, tapi selalu nihil.”
“Sabar
ya...,” ujar Elina sambil memeluk Neila dan Neila balas memeluknya.
Sai gou no kisu wa
tabako to nei wa na ga shita...
Ponsel
Aneila berdering. Terpampang nama ‘Bebhie’. Elina sudah bisa menduga bahwa itu
adalah Seth. Begitu Neila mau mengangkat telponnya, tangan Elina lebih dulu
menyahut ponsel itu.
“Beb, lagi dimana?,” tanya suara khas cowo dan itu
emang Seth.
“Haloo...
Seth ya? Aku Elina,” sahut Elina.
“Ooh, kamu Lin. Neila mana? Kok kamu yang angkat?”
“Ya
ampun, tenang ajah kali, Neila sama aku di sini. Takut amat.”
“Hm, bener?”
“Ya
ampun, beneran. Ngga percaya banget sih sama aku? Ngga ada bohong sama kamu
akunya mah.”
“Hmm, oke deh. Aku percaya omongan kamu Lin. Kamu
gimana kabar?”
“Baik.
Kamu sendiri? Lagi dimana sekarang? Masih di Jakarta juga apa udah balik ke
Surabaya?”
“Baik juga. Masih di Jakarta sih. Rencana mau balik
ke Surabaya. Kamu masih di rumah kamu yang dulu kah Lin?”
“Ha..
bagus deh. Mampir ya? Aku udah ngga di sana Seth. Aku sekarang tinggal di rumah
Tanteku. Di daerah Galaxy. Masih inget daerah itu kan?”
“Ooh, udah ngga di Pondok Candra lagi? Masih inget
sih. Serumah sama Tante Ivy sekarang?”
“Bisa
dibilang begitu. Pokoknya kamu harus dateng ke Surabaya. Kangen nih. Ayo kumpul
bareng lagi. Lama banget ngga kumpul kayak dulu jaman-jaman SMA. Gimana? Mau
ya? Ayolah Seth..,” rengek Elina.
“Hmm, boleh juga. Aku ajak temen, boleh?”
“Boleh
banget. Ajak se – Jakarta juga ngga masalah. Haha..,” gurau Elina.
“Huu.. bisa ajah kamu Lin. Hm, bisa ngomong sama
Neila, Lin?”
“Sayangnya,
ngga. Hehe, kamu mesti bukti’in bakal ke sini. Kalo kamu pengen ngomong sama
Neila, kamu harus beneran dateng ke sini. Buat jaminan, kamu ngga bisa hubungi
Neila. Bye Seth,” ujar Elina lalu
menutup telpon.
Setelah
menutup telpon, Elina cekikikan. Kemudian Elina memandang Neila. Neila hanya
tersenyum kecil dan duduk di samping tempat tidur Elina.
Elina menyerahkan ponsel Neila sambil tersenyum
jail.
“Nei,
untuk sementara, kamu tenangin diri dulu ya. Hmm, satu lagi. Kalo Seth sms atau
telpon, kasi’in aku ya? Aku pengen ngerjain dia. Pengen tahu, seberapa tahan
dia ngga tau kabarmu. Oke? Mau kan?”
Neila
mengangguk sambil tersenyum. Kemudian kembali menyerahkan ponselnya ke Elina.
“Kok
dikasi’in aku Nei?,” tanya Elina bingung.
“Elina
sayang.., aku setuju sama usulan kamu. Jadi mending ponsel aku, kamu yang
bawa.”
“Hmm,
kamu ngga cemburu sama aku kan Nei? Kamu percaya sama aku kan?”
“Elin..Elin..,
aku tahu gimana kamu. Udah, bawa ajah. Aku percaya sama kamu,” ujar Neila
kemudian beranjak keluar.
“Nei...,
aku janji, kamu sama Seth pasti baik-baik ajah. Aku sayang kamu, Neila.
Sahabatku..,” ujar Elina sambil memeluk Neila.
“Aku
juga menyayangimu, Belle,” ujar Neila
lalu keluar kamar.
Elina
pun tersenyum. Begitu Neila keluar kamar, Elina melanjutkan aktifitas chattingnya sambil menunggu kabar dari
Kenzie.
*to be continued*
0 comments:
Post a Comment