Monday, November 19, 2012

Complicated - 2


Malamnya..
Axel sedang menonton televisi di ruang santai. Elina sedang asik di kamar dengan kompi-nya tersayang. Neila berjalan menyusuri rumah menuju ruang santai. Sepertinya dia ingin mengakrabkan diri dengan Axel.
“Hai Li.., boleh ikutan nonton?,” tanya Neila basa basi sopan.
“Hai.. boleh banget. Sini An, gabung ajah,” sahut Axel santai.
“Makasih. Hmm, panggil Nei atau Neila ajah. Semua temenku manggil gitu.”
“Ooo, oke deh Nei.”
“Suka nonton apa Li biasanya?”
“Hmm, suka apa ajah. Yang penting menghibur, asal bukan sinetron. Soalnya semua sinetron Indonesia pada lebay. Hehe..”
“Hehe.. bener juga Li. Kirain kamu suka sinetron kayak mba’-mba’ di rumah Neila.”
“Hah? Mba’-mba’ kamu suka sinetron??”
“Yup. Maklum lah, mereka kan cuman tau sinetron kalo di kampung mereka.”
Axel berpikir sejenak. Melihat Axel berpikir, Neila mengerti kebingungan Axel dan langsung menyahut.
“Maksud aku mba’-mba’ itu pembantu di rumah Neila, Li. Bukan mba’-mba’ sodara Neila.”
Barulah bibir Axel membentuk lingkaran dan mengeluarkan suara “Ooo”. Neila tersenyum. Di benaknya, berpikir sepertinya Axel orang yang asik dan lucu juga. Dengan sifat Axel yang seperti ini, mungkin mereka akan jadi temen dekat juga dengan segera.
It’s you...it’s you..it’s you...
Ponsel Axel berbunyi. Lagu Ne Yo – It’s You terus berdering. Sepertinya Axel enggan mengangkatnya. Ne Yo terus dibiarkan bernyanyi. Neila mencoba menegur Axel.
“Li, hape-nya bunyi tuh. Kayaknya telpon deh.”
Axel tersenyum masam. Kemudian nyengir.
“Boleh aku angkat dulu Nei?,” tanya Axel.
“Silahkan. Santai ajah lagi.”
Axel tersenyum kemudian mengangkat telpon.
“Assalamu’alaikum. Iya Pi.... nonton tv ajah... udah kok, Pi udah?.... iya, tar Mi minum kok kalo mau tidur.....kapan?..... ngga Pi, Pi itu yang gitu...yaudah lah Pi....iya, Mi salah lagi.... emang iya kan, di mata Pi mana ada yang bener kelakuan Mi.......yaudah, tar sms-an ajah....Wa’alaikum salam,” telpon ditutup.
“Huh, udah jarang telpon. Sekalinya telpon cuman ngomel-ngomel doang. Nyebelin nih orang,” dumel Axel sambil melempar ponselnya ke sofa.
“Sorry Li, kenapa??” tanya Neila.
“Hmm, ini cowo ku Nei. Orangnya nyebelin banget. Super duper cueknya minta ampun. Heran deh aku. Ngga ngerti sama jalan pikirannya.”
“Kalo boleh tau emang udah jalan berapa lama?”
“Uhm, udah setahun sih. Tapi ya gitu, dari dulu ngga bisa berubah. Susah banget buat berubah. Cueknya itu yang kadang buat aku ngga kuat sama dia.”
“Hmm, tapi kamu masih bertahan ya Li. Kalo Neila jadi Li pasti udah Neila putusin. Hehe..”
Axel dan Neila mulai akrab. Ngobrol sana-sini, ngga tentu arah dan ngalor-ngidul topik obrolan mereka. Elina sama sekali ngga keluar kamar. Neila penasaran. Apa yang sebenarnya dilakukan Elina di kamar. Betah banget dia di kamar berjam-jam di depan kompi-nya. Akhirnya Neila pamit sebentar menengok Elina. Axel yang sudah paham kebiasaan Elina, hanya tersenyum dan mempersilahkan Neila untuk menengok Elina.
Neila melihat Elina di depan kompi-nya sambil mengenakan headphones dan webcam. Terkadang wajah Elina terlihat bingung, memikirkan sesuatu, tersenyum dan tertawa di depan kompi. Selidik punya selidik, ternyata Elina sedang asyik chatting dan voice call di YM.
Neila hanya menggelengkan kepala. Melihat sahabat kecilnya itu kini menjadi gadis yang berbeda. Namun tetap satu hal yang ngga berubah dari Elina. Miss Chatting. Ya, Neila rasa, julukan itu belum bisa dilepas dari Elina. Merasa seperti diawasi, Elina menoleh ke arah pintu dan tersenyum. Melepas headphone-nya dan sepertinya me-minimize kotak dialog YM dan memasang status invisible untuk akunnya.
“Masuk Nei. Jangan ngintip di depan kamar gitu, entar bintitan lho.”
“Hmm, jangan dong. Tar ngga ada yang mau lagi sama aku,” ujar Neila canda.
“Haha, bisa ajah. Gimana? Udah bisa akrab sama Li? Dia anaknya asyik kok.”
“Yup. Orangnya seru dia. Nyenengin. Tapi kadang rada koplak sih.”
“Hmm, ya gitu itu si Li. Dan satu lagi yang perlu kamu tau, tuh anak kadang lemotnya minta ampun. Jadi sabar-sabar ajah sama dia,” ujar Elina sambil nyengir.
“Aku juga mikir gitu sih tadi. Oiya, gimana kabar Ken?”
“Baik-baik ajah kok tuh orang. Cuma ya gitu, sibuk banget. Udah dua bulan ini, ngerasa jauh banget sama dia. Kamu sendiri Nei, gimana sama Seth? Masih lanjut kan?”
Air muka Neila yang awalnya riang, berubah jadi datar. Neila menoleh ke arah jendela kamar Elina. Berdiri dan berjalan mendekati jendela. Elina yang melihat ekspresi itu, mendekati Neila dan duduk di sofa yang ada di dekat jendela.
“Maaf Nei, aku ngga bermaksud...” belum usai Elina melanjutkan ucapan maafnya, Neila memotong.
“Seth.., ngga tau Lin. Kadang aku bingung sama sikap dia. Dia posesif banget sama aku. Overprotektif juga. Bagus sih, tapi kalo aku balik posesif sedikit sama dia, dia malah marah-marah sama aku. Ngerasa ke kekang Lin kalo kayak gini.”
“Udah kamu bicarain baik-baik sama Seth?”
“Ya, tapi dia bilang kalo beda.”
“Beda gimana?”
“Aku dibatasi pergaulannya sama dia. Kalo mau keluar kemanapun, harus sama dia. Dengan siapapun aku pergi, baik cewe atau cowo selalu ditanya sama dia. Ngapain ajah, tujuannya apa, sama siapa, tar pulang jam berapa dan aku selalu berusaha jujur ngasih semua jawabanku sesuai yang ada. Aku ngerasa selalu diawasi sama dia. Tapi pernah aku nanya waktu dia mau pergi sama temennya, dia cuman jawab ‘Urusan cowo, kamu ngga perlu tau Beb’. Selalu seperti itu kalo aku nanyain hal yang sama seperti yang dia tanyain ke aku.”
Elina diam. Mendengarkan dan berpikir. Seth adalah pacar pertama dan cinta pertama Neila. Mereka berkenalan sejak awal SMA. Sepertinya dulu Neila jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Seth. Sesuai dengan namanya, Seth Keefsavero, dia adalah cowo yang terbilang tampan di sekolahnya. The Most Wanted Boy di SMA tempat Neila dan Seth menimba ilmu. Seth memiliki mata yang tajam, bibir yang tipis, tulang pipi yang tirus dan ada bekas tindik kecil di telinganya.
Aneila sendiri berparas cantik, putih langsat khas gadis asia, mata yang kecil membulat, hidung dan mulut yang mungil,  rambut yang coklat lurus dan pipi yang sedikit tembem. Menggemaskan. Seth dan Aneila berpapasan di koridor kelas. Aneila dengan salah seorang teman sekelasnya dan Seth bersama teman segerombolannya. Salah seorang teman Seth menghampiri Aneila.
“Hai, kamu imut banget. Boleh minta nomor hape kamu?,” tanya cowo itu sambil tersenyum manis.
Aneila hanya tersenyum masam. Kemudian hanya menggeleng dan menjauhinya. Aneila berjalan mundur dan menabrak Seth tanpa sengaja. Aneila menoleh pada Seth dan hanya berkata, “Maaf.” Kemudian Aneila berlari masuk ke dalam kelas dan membiarkan Seth menatapnya dari kejauhan.
Esok hari di sekolah, ketika jam pulang, Aneila selalu menunggu jemputan dari Pak Wan di taman sekolah dekat gerbang sekolah. Ketika asyik menunggu sambil mendengarkan mp3 di ponselnya, kehadiran Seth mengagetkannya.
“Hai...Neila. Boleh duduk?,” sapa Seth lalu tersenyum.
Aneila hanya mendongakkan kepalanya. Menoleh ke arah Seth yang masih berdiri di sampingnya. Aneila melepaskan headset dari telinganya dan tersenyum kecil. Menoleh ke arah lain dan terkejut keheranan.
“Dari mana kamu tahu namaku?,” tanya Aneila heran.
Seth balas tersenyum. “Jadi boleh duduk ngga nih?”
“Ooh,.. ehm, boleh kok. Duduk ajah,” jawab Aneila sambil menggeser posisinya agar memberi ruang lebih besar untuk Seth.
“Namaku Seth. Seneng bisa kenal kamu Neila,” ujar Seth sambil mengulurkan tangan.
Aneila membiarkan tangan Seth mengambang di udara. Sebenarnya Aneila terkejut. Kenapa cowo ini mendekatinya. Apa ada yang salah dengannya? Aneila hanya diam. Tidak tahu harus berbuat apa.
“Hei.., diem ajah? Hmm, aku ganggu ya?” tanya Seth pada Aneila.
Aneila hanya tersenyum kecil. Memasukkan ponselnya ke dalam saku tas paling depan. Masih tetap diam dan tidak menghiraukan pertanyaan Seth. Seth yang terlihat masih sangat penasaran dan sangat ingin berkenalan dengan Aneila terus mencoba mengakrabkan diri dengan Aneila.
“Neila, dari kelas X-F ya? Kenal Calya?,” tanya Seth lagi mencari topik pembicaraan.
Aneila menoleh. Dengan muka keheranan Aneila menatap Seth. Seth hanya terus memberikan senyum manisnya. Aneila melihat jam tangannya. Sepertinya Pak Wan masih di terjebak macet. Untuk membunuh waktu agar tidak bosan menunggu, Aneila pun menanggapi obrolan Seth.
Aneila menghela nafas panjang.
“Hmm, iya. Aku kelas X-F, temennya Calya. Kakak kenal Calya?,” tanggap Aneila.
Muka Seth berubah lega yang gembira. Di pikirannya sebelumnya, Seth berpikir bahwa dia pasti telah  memulai obrolan dengan buruk. Tapi ternyata ngga seburuk yang dipikirkannya.
Seth melipat tangannya di depan dada dan berkata, “Iya. Calya adik sepupuku. Panggil Seth ajah Neila. Jangan pake sebutan ‘Kakak’, aku ngga tua-tua amat kok.”
Aneila tersenyum. “Kenapa Kak? Ngga mau dibilang tua ya? Kan lebih sopan kalo aku manggilnya ‘Kakak’.”
“Ngga perlu manggil gitu ke aku. Biasa ajah ya Nei,” ujar Seth kemudian kembali tersenyum.
Aneila mengangguk. “Terus, Ka..ehm maksud aku Seth, tau nama aku dari siapa? Calya?”
“Bisa dibilang begitu. Ngga penting aku tahu nama Neila dari mana. Boleh jadi temen kamu?,” tanya Seth sambil mengulurkan tangan lagi.
Aneila tersenyum lagi. Kemudian menjabat uluran tangan Seth. Terlihat dari wajah Seth, kalo dia seneng banget bisa memulai dengan baik. Ngga lama, Pak Wan datang di depan gerbang sekolah dan membunyikan klakson.
“Aku harus pulang. Sopirku udah sampai. Sampai ketemu besok ya, Seth,” ujar Aneila sambil berdiri dan beranjak pergi dari taman.
Tangan Aneila tertahan tangan Seth yang mencekalnya dengan cepat. Aneila terkejut. Matanya menatap tangan Seth yang telah memegang tangannya.
“Seth, kenapa? Bisa lepasin tangannya?,” tanya Aneila.
Sepertinya Seth sadar bahwa sikapnya salah. Tangannya pun melepas tangan Aneila. Kemudian Seth meminta maaf dan Aneila balas tersenyum.
Aneila masuk ke dalam mobil dan menurunkan kaca mobilnya. Melambaikan tangan pada Seth dan mobil melaju pulang.

0 comments:

Post a Comment