Malamnya..
Axel
sedang menonton televisi di ruang santai. Elina sedang asik di kamar dengan
kompi-nya tersayang. Neila berjalan menyusuri rumah menuju ruang santai.
Sepertinya dia ingin mengakrabkan diri dengan Axel.
“Hai
Li.., boleh ikutan nonton?,” tanya Neila basa basi sopan.
“Hai..
boleh banget. Sini An, gabung ajah,” sahut Axel santai.
“Makasih.
Hmm, panggil Nei atau Neila ajah. Semua temenku manggil gitu.”
“Ooo,
oke deh Nei.”
“Suka
nonton apa Li biasanya?”
“Hmm,
suka apa ajah. Yang penting menghibur, asal bukan sinetron. Soalnya semua
sinetron Indonesia pada lebay. Hehe..”
“Hehe..
bener juga Li. Kirain kamu suka sinetron kayak mba’-mba’ di rumah Neila.”
“Yup.
Maklum lah, mereka kan cuman tau sinetron kalo di kampung mereka.”
Axel
berpikir sejenak. Melihat Axel berpikir, Neila mengerti kebingungan Axel dan
langsung menyahut.
“Maksud
aku mba’-mba’ itu pembantu di rumah Neila, Li. Bukan mba’-mba’ sodara Neila.”
Barulah
bibir Axel membentuk lingkaran dan mengeluarkan suara “Ooo”. Neila tersenyum.
Di benaknya, berpikir sepertinya Axel orang yang asik dan lucu juga. Dengan
sifat Axel yang seperti ini, mungkin mereka akan jadi temen dekat juga dengan
segera.
It’s you...it’s you..it’s you...
Ponsel
Axel berbunyi. Lagu Ne Yo – It’s You terus berdering. Sepertinya Axel enggan
mengangkatnya. Ne Yo terus dibiarkan bernyanyi. Neila mencoba menegur Axel.
“Li,
hape-nya bunyi tuh. Kayaknya telpon deh.”
Axel
tersenyum masam. Kemudian nyengir.
“Boleh
aku angkat dulu Nei?,” tanya Axel.
“Silahkan.
Santai ajah lagi.”
Axel
tersenyum kemudian mengangkat telpon.
“Assalamu’alaikum.
Iya Pi.... nonton tv ajah... udah kok, Pi udah?.... iya, tar Mi minum kok kalo
mau tidur.....kapan?..... ngga Pi, Pi itu yang gitu...yaudah lah Pi....iya, Mi
salah lagi.... emang iya kan, di mata Pi mana ada yang bener kelakuan
Mi.......yaudah, tar sms-an ajah....Wa’alaikum salam,” telpon ditutup.
“Huh,
udah jarang telpon. Sekalinya telpon cuman ngomel-ngomel doang. Nyebelin nih
orang,” dumel Axel sambil melempar ponselnya ke sofa.
“Sorry
Li, kenapa??” tanya Neila.
“Hmm,
ini cowo ku Nei. Orangnya nyebelin banget. Super duper cueknya minta ampun.
Heran deh aku. Ngga ngerti sama jalan pikirannya.”
“Kalo
boleh tau emang udah jalan berapa lama?”
“Uhm,
udah setahun sih. Tapi ya gitu, dari dulu ngga bisa berubah. Susah banget buat
berubah. Cueknya itu yang kadang buat aku ngga kuat sama dia.”
“Hmm,
tapi kamu masih bertahan ya Li. Kalo Neila jadi Li pasti udah Neila putusin.
Hehe..”
Axel
dan Neila mulai akrab. Ngobrol sana-sini, ngga tentu arah dan ngalor-ngidul topik obrolan mereka.
Elina sama sekali ngga keluar kamar. Neila penasaran. Apa yang sebenarnya
dilakukan Elina di kamar. Betah banget dia di kamar berjam-jam di depan
kompi-nya. Akhirnya Neila pamit sebentar menengok Elina. Axel yang sudah paham
kebiasaan Elina, hanya tersenyum dan mempersilahkan Neila untuk menengok Elina.
Neila
melihat Elina di depan kompi-nya sambil mengenakan headphones dan webcam. Terkadang
wajah Elina terlihat bingung, memikirkan sesuatu, tersenyum dan tertawa di
depan kompi. Selidik punya selidik, ternyata Elina sedang asyik chatting dan voice call di YM.
Neila
hanya menggelengkan kepala. Melihat sahabat kecilnya itu kini menjadi gadis yang
berbeda. Namun tetap satu hal yang ngga berubah dari Elina. Miss Chatting. Ya, Neila rasa, julukan
itu belum bisa dilepas dari Elina. Merasa seperti diawasi, Elina menoleh ke
arah pintu dan tersenyum. Melepas headphone-nya
dan sepertinya me-minimize kotak
dialog YM dan memasang status invisible
untuk akunnya.
“Masuk
Nei. Jangan ngintip di depan kamar gitu, entar bintitan lho.”
“Hmm,
jangan dong. Tar ngga ada yang mau lagi sama aku,” ujar Neila canda.
“Haha,
bisa ajah. Gimana? Udah bisa akrab sama Li? Dia anaknya asyik kok.”
“Yup.
Orangnya seru dia. Nyenengin. Tapi kadang rada koplak sih.”
“Hmm,
ya gitu itu si Li. Dan satu lagi yang perlu kamu tau, tuh anak kadang lemotnya
minta ampun. Jadi sabar-sabar ajah sama dia,” ujar Elina sambil nyengir.
“Aku
juga mikir gitu sih tadi. Oiya, gimana kabar Ken?”
“Baik-baik
ajah kok tuh orang. Cuma ya gitu, sibuk banget. Udah dua bulan ini, ngerasa
jauh banget sama dia. Kamu sendiri Nei, gimana sama Seth? Masih lanjut kan?”
Air
muka Neila yang awalnya riang, berubah jadi datar. Neila menoleh ke arah
jendela kamar Elina. Berdiri dan berjalan mendekati jendela. Elina yang melihat
ekspresi itu, mendekati Neila dan duduk di sofa yang ada di dekat jendela.
“Maaf
Nei, aku ngga bermaksud...” belum usai Elina melanjutkan ucapan maafnya, Neila
memotong.
“Seth..,
ngga tau Lin. Kadang aku bingung sama sikap dia. Dia posesif banget sama aku.
Overprotektif juga. Bagus sih, tapi kalo aku balik posesif sedikit sama dia,
dia malah marah-marah sama aku. Ngerasa ke kekang Lin kalo kayak gini.”
“Udah
kamu bicarain baik-baik sama Seth?”
“Ya,
tapi dia bilang kalo beda.”
“Beda
gimana?”
“Aku
dibatasi pergaulannya sama dia. Kalo mau keluar kemanapun, harus sama dia.
Dengan siapapun aku pergi, baik cewe atau cowo selalu ditanya sama dia. Ngapain
ajah, tujuannya apa, sama siapa, tar pulang jam berapa dan aku selalu berusaha
jujur ngasih semua jawabanku sesuai yang ada. Aku ngerasa selalu diawasi sama
dia. Tapi pernah aku nanya waktu dia mau pergi sama temennya, dia cuman jawab
‘Urusan cowo, kamu ngga perlu tau Beb’. Selalu seperti itu kalo aku nanyain hal
yang sama seperti yang dia tanyain ke aku.”
Elina
diam. Mendengarkan dan berpikir. Seth adalah pacar pertama dan cinta pertama
Neila. Mereka berkenalan sejak awal SMA. Sepertinya dulu Neila jatuh cinta pada
pandangan pertama dengan Seth. Sesuai dengan namanya, Seth Keefsavero, dia
adalah cowo yang terbilang tampan di sekolahnya. The Most Wanted Boy di SMA tempat Neila dan Seth menimba ilmu. Seth
memiliki mata yang tajam, bibir yang tipis, tulang pipi yang tirus dan ada
bekas tindik kecil di telinganya.
Aneila
sendiri berparas cantik, putih langsat khas gadis asia, mata yang kecil
membulat, hidung dan mulut yang mungil,
rambut yang coklat lurus dan pipi yang sedikit tembem. Menggemaskan.
Seth dan Aneila berpapasan di koridor kelas. Aneila dengan salah seorang teman
sekelasnya dan Seth bersama teman segerombolannya. Salah seorang teman Seth
menghampiri Aneila.
“Hai,
kamu imut banget. Boleh minta nomor hape kamu?,” tanya cowo itu sambil
tersenyum manis.
Aneila
hanya tersenyum masam. Kemudian hanya menggeleng dan menjauhinya. Aneila
berjalan mundur dan menabrak Seth tanpa sengaja. Aneila menoleh pada Seth dan
hanya berkata, “Maaf.” Kemudian Aneila berlari masuk ke dalam kelas dan
membiarkan Seth menatapnya dari kejauhan.
Esok
hari di sekolah, ketika jam pulang, Aneila selalu menunggu jemputan dari Pak
Wan di taman sekolah dekat gerbang sekolah. Ketika asyik menunggu sambil
mendengarkan mp3 di ponselnya, kehadiran Seth mengagetkannya.
“Hai...Neila.
Boleh duduk?,” sapa Seth lalu tersenyum.
Aneila
hanya mendongakkan kepalanya. Menoleh ke arah Seth yang masih berdiri di
sampingnya. Aneila melepaskan headset
dari telinganya dan tersenyum kecil. Menoleh ke arah lain dan terkejut
keheranan.
“Dari
mana kamu tahu namaku?,” tanya Aneila heran.
Seth
balas tersenyum. “Jadi boleh duduk ngga nih?”
“Ooh,..
ehm, boleh kok. Duduk ajah,” jawab Aneila sambil menggeser posisinya agar
memberi ruang lebih besar untuk Seth.
“Namaku
Seth. Seneng bisa kenal kamu Neila,” ujar Seth sambil mengulurkan tangan.
Aneila
membiarkan tangan Seth mengambang di udara. Sebenarnya Aneila terkejut. Kenapa
cowo ini mendekatinya. Apa ada yang salah dengannya? Aneila hanya diam. Tidak
tahu harus berbuat apa.
“Hei..,
diem ajah? Hmm, aku ganggu ya?” tanya Seth pada Aneila.
Aneila
hanya tersenyum kecil. Memasukkan ponselnya ke dalam saku tas paling depan.
Masih tetap diam dan tidak menghiraukan pertanyaan Seth. Seth yang terlihat
masih sangat penasaran dan sangat ingin berkenalan dengan Aneila terus mencoba
mengakrabkan diri dengan Aneila.
“Neila,
dari kelas X-F ya? Kenal Calya?,” tanya Seth lagi mencari topik pembicaraan.
Aneila
menoleh. Dengan muka keheranan Aneila menatap Seth. Seth hanya terus memberikan
senyum manisnya. Aneila melihat jam tangannya. Sepertinya Pak Wan masih di
terjebak macet. Untuk membunuh waktu agar tidak bosan menunggu, Aneila pun
menanggapi obrolan Seth.
Aneila
menghela nafas panjang.
“Hmm,
iya. Aku kelas X-F, temennya Calya. Kakak kenal Calya?,” tanggap Aneila.
Muka
Seth berubah lega yang gembira. Di pikirannya sebelumnya, Seth berpikir bahwa
dia pasti telah memulai obrolan dengan
buruk. Tapi ternyata ngga seburuk yang dipikirkannya.
Seth
melipat tangannya di depan dada dan berkata, “Iya. Calya adik sepupuku. Panggil
Seth ajah Neila. Jangan pake sebutan ‘Kakak’, aku ngga tua-tua amat kok.”
Aneila
tersenyum. “Kenapa Kak? Ngga mau dibilang tua ya? Kan lebih sopan kalo aku
manggilnya ‘Kakak’.”
“Ngga
perlu manggil gitu ke aku. Biasa ajah ya Nei,” ujar Seth kemudian kembali
tersenyum.
Aneila
mengangguk. “Terus, Ka..ehm maksud aku Seth, tau nama aku dari siapa? Calya?”
“Bisa
dibilang begitu. Ngga penting aku tahu nama Neila dari mana. Boleh jadi temen
kamu?,” tanya Seth sambil mengulurkan tangan lagi.
Aneila
tersenyum lagi. Kemudian menjabat uluran tangan Seth. Terlihat dari wajah Seth,
kalo dia seneng banget bisa memulai dengan baik. Ngga lama, Pak Wan datang di
depan gerbang sekolah dan membunyikan klakson.
“Aku
harus pulang. Sopirku udah sampai. Sampai ketemu besok ya, Seth,” ujar Aneila
sambil berdiri dan beranjak pergi dari taman.
Tangan
Aneila tertahan tangan Seth yang mencekalnya dengan cepat. Aneila terkejut. Matanya
menatap tangan Seth yang telah memegang tangannya.
“Seth,
kenapa? Bisa lepasin tangannya?,” tanya Aneila.
Sepertinya
Seth sadar bahwa sikapnya salah. Tangannya pun melepas tangan Aneila. Kemudian
Seth meminta maaf dan Aneila balas tersenyum.
Aneila
masuk ke dalam mobil dan menurunkan kaca mobilnya. Melambaikan tangan pada Seth
dan mobil melaju pulang.
0 comments:
Post a Comment